Masyarakat Indonesia berasal dari Yunan, yaitu suatu daerah
yang terletak di Myanmar (Birma). Pada waktu berpindah dari
Yunan ke Indonesia, mereka belum mengenal tulisan. Oleh karena
itu, mereka disebut masyarakat pra aksara. Tujuan perpindahan
mereka adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka
hidup secara nomaden, yaitu berpindah-pindah dari satu tempat
ke tempat lain. Tempat-tempat yang menjadi tujuan mereka adalah
tempat yang menghasilkan bahan makanan. Salah satu tempat yang
menjadi tujuan mereka adalah Indonesia. Untuk mencapai Indonesia
tidak terlalu sulit karena pada waktu mereka berpindah, wilayah
Indonesia masih menyatu dengan daratan Asia. Hal ini dibuktikandengan persamaan fauna (binatang) yang hidup di Indonesia dan
daratan Asia.
Ketika sampai di Indonesia, mereka masih hidup secara nomaden.
Lama kelamaan, kehidupan mereka mengalami kemajuan. Mereka
mulai mengenal sistem bercocok tanam. Untuk keperluan bercocok
tanam, mereka mulai menetap sementara. Setelah selesai bercocok
tanam, mereka berpindah ke tempat lain untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Di tempat yang baru, mereka akan bercocok tanam dan
hidup menetap sementara. Akhirnya, mereka akan kembali ke
tempat semula apabila musim panen telah tiba. Kehidupan ini
dilakukan secara terus menerus. Oleh karena itu, mereka disebut
sebagai masyarakat semi nomaden.
Kehidupan mereka terus berkembang dan akhirnya mereka
mulai hidup menetap di suatu tempat. Untuk mempertahankan
hidupnya, mereka tidak semata-mata bergantung kepada apa yang
disediakan alam. Mereka mulai mengenal sistem pertanian dengan
menanam berbagai jenis tanaman dan mulai memelihara ternak.
Di samping itu, mereka mulai hidup secara bersama sehingga
terbentuklah masyarakat pra sejarah. Mereka saling membantu
dalam mempertahankan hidup dan kehidupannya. Misalnya, untuk
menangkap binatang buruan, mereka lakukan secara bersamasama.
Untuk memudahkan cara memenuhi kebutuhan, masyarakat pra
aksara mulai mengenal dan membuat peralatan. Alat-alat itu terbuat
dari batu, tulang, kayu, atau logam. Alat-alat tersebut ada yang
sangat kasar, agak halus, dan sangat halus bentuknya. Di samping
itu, ada yang bulat, pipih, runcing, kecil, dan besar. Bentuk dan jenis
alat-alat itu sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hidupnya.
Sisa-sisa peralatan yang terbuat dari tulang dan kayu, umumnya
telah membatu (menjadi batu) atau sering disebut fosil. Sisa-sisa
peninggalan ini disebut sebagai hasil kebudayaan fisik (materi).
Masyarakat pra aksara sudah mengenal kepercayaan animisme
dan dinamisme. Animisme adalah kepercayaan bahwa setiap benda
memiliki roh atau jiwa. Sedangkan dinamisme adalah kepercayaan
bahwa setiap benda memiliki kekuatan gaib. Aliran kepercayaan ini
disebut sebagai kebudayaan rohani
A. ASAL USUL NENEK MOYANG
Kehidupan awal masyarakat pra aksara Indonesia tidak dapat
dipisahkan dari perkembangan geografis wilayah Indonesia. Sebelum
zaman es atau glasial, wilayah Indonesia bagian barat menjadi satu
dengan daratan Asia dan wilayah Indonesia bagian timur menjadi
satu dengan daratan Australia. Pendapat ini didasarkan padapersamaan kehidupan flora dan fauna di Asia dan Australia dengan
wilayah Indonesia. Binatang yang hidup di wilayah Indonesia bagian
barat memiliki kesamaan dengan binatang yang hidup di daratan
Asia. Misalnya, gajah, harimau, banteng, burung, dan sebagainya.
Sedangkan binatang yang hidup di wilayah bagian timur memiliki
kesamaan dengan binatang yang hidup di daratan Australia, seperti
burung Cendrawasih.
Mencairnya es di kutub utara menyebabkan air laut mengalami
kenaikan. Peristiwa ini mengakibatkan wilayah Indonesia menjadi
terpisah dengan daratan Asia maupun Australia. Bekas daratan
yang menghubungkan Indonesia bagian barat dengan Asia disebut
Paparan Sunda. Sedangkan bekas daratan yang menghubungkan
Indonesia bagian timur dengan Australia disebut Paparan Sahul.
Ternyata, perubahan-perubahan itu sangat besar pengaruhnya
terhadap perkembangan kehidupan masyarakat pra aksara
Indonesia.
Menurut para ahli, nenek moyang bangsa Indonesia berasal
dari Yunan. Daerah Yunan terletak di daratan Asia Tenggara.
Tepatnya, di wilayah Myanmar sekarang. Seorang ahli sejarah yang
mengemukakan pendapat ini adalah Moh. Ali. Pendapat Moh. Ali ini
didasarkan pada argumen bahwa nenek moyang bangsa Indonesia
berasal dari hulu-hulu sungai besar di Asia dan kedatangannya ke
Indonesia dilakukan secara bergelombang. Gelombang pertama
berlangsung dari tahun 3000 SM – 1500 SM dengan menggunakan
perahu bercadik satu. Sedangkan gelombang kedua berlangsung
antara tahun 1500 SM – 500 SM dengan menggunakan perahu
bercadik dua. Tampaknya, pendapat Moh. Ali ini sangat dipengaruhi
oleh pendapat Mens bahwa nenek moyang bangsa Indonesia berasal
dari daerah Mongol yang terdesak ke selatan oleh bangsa-bangsa
yang lebih kuat.
Sementara, para ahli yang lain memiliki pendapat yang beragam
dengan berbagai argumen atau alasannya, seperti:
1. Prof. Dr. H. Kern dengan teori imigrasi menyatakan bahwa
nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Campa, Kochin
Cina, Kamboja. Pendapat ini didasarkan pada kesamaan bahasa
yang dipakai di kepulauan Indonesia, Polinesia, Melanisia, dan
Mikronesia. Menurut hasil penelitiannya, bahasa-bahasa yang
digunakan di daerah-daerah tersebut berasal dari satu akar
bahasa yang sama, yaitu bahasa Austronesia. Hal ini dibuktikan
dengan adanya nama dan bahasa yang dipakai daerah-daerah
tersebut. Objek penelitian Kern adalah kesamaan bahasa, namanama
binatang dan alat-alat perang.
2. Van Heine Geldern berpendapat bahwa nenek moyang bangsaIndonesia berasal dari daerah Asia. Pendapat ini didukung oleh
artefak-artefak atau peninggalan kebudayaan yang ditemukan
di Indonesia memiliki banyak kesamaan dengan peninggalanpeninggalan
kebudayaan yang ditemukan di daerah Asia.
3. Prof. Mohammad Yamin berpendapat bahwa nenek moyang
bangsa Indonesia berasal dari daerah Indonesia sendiri.
Pendapat ini didasarkan pada penemuan fosil-fosil dan artefakartefak
manusia tertua di Indonesia dalam jumlah yang banyak.
Di samping itu, Mohammad Yamin berpegang pada prinsip
Blood Und Breden Unchro, yang berarti darah dan tanah bangsa
Indonesia berasal dari Indonesia sendiri.
Manusia purba mungkin telah tinggal
gambar 2.1(tengkorak pithecantrophus)
di Indonesia, sebelum terjadi gelombang
perpindahan bangsa-bangsa dari Yunan dan
Campa ke wilayah Indonesia. Persoalannya,
apakah nenek moyang bangsa Indonesia adalah
manusia purba?
4. Hogen berpendapat bangsa yang mendiami daerah pesisir
Melayu berasal dari Sumatera. Banga ini bercampur dengan
bangsa Mongol dan kemudian disebut bangsa Proto Melayu dan
Deutro Melayu. Bangsa Proto Melayu (Melayu Tua) menyebar
ke wilayah Indonesia pada tahun 3000 SM – 1500 SM. Sedangkan
bangsa Deutro Melayu (Melayu Muda) menyebar ke wilayah
Indonesia pada tahun 1500 SM – 500 SM.
Berdasarkan penyelidikan terhadap penggunaan bahasa yang
dipakai di berbagai kepulauan, Kern berkesimpulan bahwa nenek
moyang bangsa Indonesia berasal dari satu daerah dan menggunakan
bahasa yang sama, yaitu bahasa Campa. Namun, sebelum nenek
moyang bangsa Indonesia tiba di daerah kepulauan Indonesai,
daerah ini telah ditempati oleh bangsa berkulit hitam dan berambut
keriting. Bangsa-bangsa ini hingga sekarang menempati daerahdaerah
Indonesia bagian timur dan daerah-daerah Australia.
Sementara, sekitar tahun 1500 SM, nenek moyang bangsa
Indonesia yang berada di Campa terdesak oleh bangsa lain dari
Asia Tengah yang lebih kuat. Mereka berpindah ke Kamboja dan
kemudian melanjutkan perjalanannya ke Semenanjung Malaka dan
daerah Filipina. Dari Semenanjung Malaka, mereka melanjutkan
perjalanannya ke daerah Sumatera, Kalimantan, dan Jawa. Sedangkan
mereka yang berada di Filipina melanjutkan perjalanannya ke daerah
Minahasa dan daerah-daerah sekitarnya.
Bertitik tolak dari pendapat-pendapat di atas, terdapat hal-hal
yang menarik tentang asal-usul nenek moyang bangsa Indonesia.
Pertama, nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Yunan
Argumen ini merujuk pada pendapat Moh. Ali dan
Kern bahwa sekitar tahun 3000 SM – 1500 SM terjadi gelombang
perpindahan bangsa-bangsa di Yunan dan Campa sebagai akibat
desakan bangsa lain dari Asia Tengah yang lebih kuat. Argumen ini
diperkuat dengan adanya persamaan bahasa, nama binatang, dan
nama peralatan yang dipakai di kepulauan Indonesia, Polinesia,
Melanesia, dan Mikronesia.
Kedua, nenek moyang bangsa Indonesia berasal dari Indonesia
sendiri. Argumen ini merujuk pada pendapat Mohammad Yamin
yang didukung dengan penemuan fosil-fosil dan artefak-artefak
manusia tertua di wilayah Indonesia dalam jumlah yang banyak.
Sementara, fosil dan artefak manusia tertua jarang ditemukan di
daratan Asia. Sinanthropus Pekinensis yang ditemukan di Cina
dan diperkirakan sezaman dengan Pithecantropus Erectus dari
Indonesia, merupakan satu-satunya penemuan fosil manusia tertua
di daratan Asia.
Ketiga, masyarakat awal yang menempati wilayah Indonesia
termasuk rumpun bangsa Melayu. Oleh karena itu, bangsa Melayu
ditempatkan sebagai nenek moyang bangsa Indonesia. Argumen
ini merujuk pada pendapat Hogen. Bangsa Melayu yang menjadi
nenek moyang bangsa Indonesia dapat dibedakan menjadi 2 (dua),
yaitu:
1. Bangsa Proto Melayu
Bangsa ini memasuki wilayah Indonesia melalui 2 (dua) jalan,
yaitu:
a. Jalan barat dari Semenanjung Malaka ke Sumatera dan
selanjutnya menyebar ke beberapa daerah di Indonesia.
b. Jalan timur dari Semenanjung Malaka ke Filipina dan
Minahasa, serta selanjutnya menyebar ke beberapa daerah
di Indonesia.
Bangsa Proto Melayu
gambar 2.2
memiliki kebudayaan
yang setingkat lebih tinggi
dari kebudayaan Homo
Sapiens di Indonesia.
Kebuadayaan mereka
adalah kebudayaan batu
muda (neolitikum). Hasilhasil
kebudayaan mereka
masih terbuat dari batu,
tetapi telah dikerjakan
dengan baik sekali (halus).
Kapak persegi merupakan hasil kebudayaan bangsa Proto
Melayu yang masuk ke Indonesia melalui jalan barat dan kapak
lonjong melalui jalan timur. Keturunan bangsa Proto Melayu
yang masih hidup hingga sekarang, di antaranya adalah suku
bangsa Dayak, Toraja, Batak, Papua.
2. Bangsa Deutro Melayu
Sejak tahun 500 SM, bangsa Deutro Melayu memasuki
wilayah Indonesia secara bergelombang melalui jalan barat.
Kebudayaan bangsa Deitro Melayu lebih tinggi dari kebudayaan
bangsa Proto Melayu. Hasil kebudayaan mereka terbuat dari
logam (perunggu dan besi). Kebuadayaan mereka sering disebut
kebudayaan Don Song, yaitu suatu nama kebudayaan di daerah
Tonkin yang memiliki kesamaan dengan kebudayaan bangsa
Deutro Melayu. Daerah Tonkin diperkirakan merupakan tempat
asal bangsa Deutro Melayu, sebelum menyebar ke wilayah
Indonesia. Hasil-hasil kebudayaan perunggu yang penting di
Indonesia adalah kapak corong atau kapak sepatu, nekara, dan
bejana perunggu. Keturunan bangsa Deutro Melayu yang masih
hidup hingga sekarang, di antaranya suku bangsa Melayu, Batak,
Minang, Jawa, Bugis.
No comments:
Post a Comment