Saturday, 20 October 2012

B. POLA KEHIDUPAN MASYARAKAT PRA
AKSARA
Masyarakat pra aksara adalah gambaran tentang kehidupan
manusia-manusia pada masa lampau, di mana mereka belum
mengenal tulisan sebagai cirinya. Kehidupan masyarakat pra
aksara dapat dibagi dalam beberapa tahap, yaitu: (1) kehidupan
nomaden, (2) kehidupan semi nomaden, dan (3) kehidupan menetap.
Meskipun demikian, pola kehidupan masyarakat pra aksara tidak
dapat dijadikan dasar pembagian zaman. Oleh karena itu, apabila
dikaitkan dengan pembagian zaman, maka masyarakat pra aksara
hidup pada zaman batu dan zaman logam.
Secara garis besar, pembagian zaman pra aksara dapat dibedakan
sebagai berikut:

     Zaman                                        Waktu                                        Manusia/Kebudayaan

1. Paleolitikum                      450 000 – 350 000                   • Pitecanthropus Mojokertensis
-Bawah                                  80.000 – 35.000                     • Meganthropus Paleojavanicus
-Tengah                                    3.500 – 1.500                       • Pitecanthropus Erectus/Homo Erectus
-Atas                                                                                     • Homo Wajakensis
                                                                                             •HomoSoloensis       
                                                                                          Hasil kebudayaan dari batu yang masih kasar

2. Mesolitikum                          8.000 – 4.500                        Austronesia, Melanesia
                                                6.500 – 2.000                         Pabble, Bascon Hoabins
                                                                                               Wedda, Negrito
                                                                                                Blade, Toale

3. Neolitikum                           4.500 – 2.500                        Proto Melayu
                                                                                              Kapak persegi, Kapak lonjong

4. Megalitikum                                   -                                   Austronesia, Melanesia, Proto
                                                                                              Melayu, Deutro Melayu.
                                                                                              Menhir, Bangunan Berundak, Tugu

5. Logam                                   2.500 – 2.000                        Deutro Melayu
-Perunggu                                            -                                   Kapak corong, Nekara, dan Bejana
-Tembaga                                           -                                     perunggu
-Besi

Pembagian zaman praaksara di atas, dapat dijadikan dasar
dalam menentukan asal-usul nenek moyang bangsa Indonesia.
Dengan demikian, kalian dapat belajar berpikir kritis. Misalnya,
untuk mendukung pendapat bahwa nenek moyang bangsa Indonesia
adalah bangsa Melayu, kalian harus memiliki argumen yang kuat,
logis, dan objektif.
Terlepas dari mana asal-usul nenek moyang bangsa Indonesia
dan kapan mereka mulai tinggal di wilayah Indonesia, kita harus
percaya bahwa nenek moyang bangsa Indonesia telah ribuan tahun
sebelum masehi telah hidup di wilayah Indonesia. Kehidupan
mereka mengalami perkembangan yang teratur seperti bangsabangsa
di belahan dunia lain. Tahapan perkembangan kehidupan
masyarakat pra aksara di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Pola Kehidupan Nomaden
Nomaden artinya berpindah-pindah dari satu tempat ke
tempat yang lain. Kehidupan masyarakat pra aksara sangat
bergantung kepada alam. Bahkan, kehidupan mereka takubahnya seperti kelompok hewan karena bergantung pada
apa yang disediakan alam. Apa yang mereka makan adalah
bahan makanan apa yang disediakan alam. Buah-buahan, umbiumbian,
atau dedaunan yang mereka makan tinggal memetik
dari pepohonan atau menggali dari tanah. Mereka tidak pernah
menanam atau mengolah pertanian.
Apabila mereka ingin makan ikan, maka mereka tinggal
menangkap ikan di sungai, waduk, atau tempat-tempat lain, di
mana ikan dapat hidup. Apabila mereka ingin makan daging,
maka mereka tinggal berburu untuk menangkap binatang
buruannya. Adapun cara menangkap ikan atau binatang
buruannya, tentu berbeda dengan yang kita lakukan sekarang.
Mereka tidak pernah memelihara ikan atau binatang ternak
lainnya.
Berdasarkan pola kehidupan nomaden tersebut, maka
masa kehidupan masyarakat pra aksara sering disebut sebagai
‘masa mengumpulkan bahan makanan dan berburu’. Jika bahan
makanan yang akan dikumpulkan telah habis, mereka kemudian
berpindah ke tempat lain yang banyak menyediakan bahan
makanan. Di samping itu, tujuan perpindahan mereka adalah
untuk menangkap binatang buruannya. Kehidupan semacam itu
berlangsung dalam waktu yang lama dan berlangsung secara
terus menerus. Oleh karena itu, mereka tidak pernah memikirkan
rumah sebagai tempat tinggal yang tetap.
Mereka tinggal di alam terbuka seperti hutan, di bawah
pohon, di tepi sungai, di gunung, di gua, dan di lembah-lembah.
Pada waktu itu, lingkungan alam belum stabil dan masih liar atau
ganas. Oleh karena itu, setiap orang harus berhati-hati terhadap
setiap ancaman yang dapat muncul secara tiba-tiba. Ancaman
yang paling membahayakan adalah binatang buas. merupakan
musuh utama manusia dalam hidup dan kehidupannya.
Berkaitan dengan kehidupan yang kurang aman, maka untuk
menuju ke suatu tempat, mereka biasanya mereka mem memilih
jalan dengan menelusuri sungai. Perjalanan melalui sungai
dipandang lebih mudah dan aman dari pada melalui daratan
(hutan) yang sangat berbahaya. Sesuai dengan kebutuhan dan
tantangan yang dihadapi, akhirnya timbul pemikiran untuk
membuat rakit-rakit sebagai alat transportasi. Bahkan dalam
perkembangannya, masyarakat pra aksara mampu membuat
perahu sebagai sarana transportasi melalui sungai.
Pada masa nomaden, masyarakat pra aksara telah mengenal
kehidupan berkelompok. Jumlah anggota dari setiap kelompok
sekitar 10-15 orang. Bahkan, untuk mempermudah hidupdan kehidupannya, mereka telah mampu membuat alat-alat
perlengkapan dari batu dan kayu, meskipun bentuknya masih
sangat kasar dan sederhana. Ciri-ciri kehidupan masyarakat
nomaden adalah sebagai berikut:
• selalu berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain,
• sangat bergantung pada alam,
• belum mengolah bahan makanan,
• hidup dari hasil mengumpulkan bahan makanan dan
berburu,
• belum memiliki tempat tinggal yang tetap,
• peralatan hidup masih sangat sederhana dan terbuat dari
batu atau kayu.
Lama kelamaan, masyarakat pra aksara menyadari bahwa
makanan yang disediakan oleh alam sangat terbatas dan
akhirnya akan habis. Oleh karena itu, cara hidup yang sangat
bergantung pada alam harus diperbaiki. Caranya adalah dengan
menanami lahan-lahan yang akan ditinggalkan agar dapat
menyediakan bahan makanan yang lebih banyak pada waktu
yang akan datang. Di samping itu, para wanita dan anak kecil
tidak harus selalu ikut berpindah untuk mengumpulkan bahan
makanan atau berburu binatang.
2. Pola Kehidupan Semi Nomaden
Terbatasnya, kemampuan alam untuk memenuhi kebutuhan
hidup masyarakat menuntut setiap manusia untuk merubah
pola kehidupannya. Oleh karena itu, masyarakat pra aksara
mulai merubah pola hidup secara nomaden menjadi semi
nomaden. Kehidupan semi nomaden adalah pola kehidupan
yang berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain,
tetapi sudah disertai dengan kehidupan menetap sementara.
Hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa mereka sudah mulai
mengenal cara-cara mengolah bahan makanan.
Pola kehidupan semi nomaden ditandai dengan ciri-ciri
sebagai berikut:
• mereka masih berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat
lain;
• mereka masih bergantung pada alam;
• mereka mulai mengenal cara-cara mengolah bahan
makanan;
• mereka telah memiliki tempat tinggal sementara;
• di samping mengumpulkan bahan makanan dan berburu,
mereka mulai menanam berbagai jenis tanaman;
• sebelum meninggalkan suatu tempat untuk berpindah ke
tempat lain, mereka terlebih dahulu menanam berbagai jenis
tanaman dan mereka akan kembali ke tempat itu, ketika
musin panen tiba;
• peralatan hidup mereka sudah lebih baik dibandingkan
dengan peralatan hidup masyarakat nomaden;
• di samping terbuat dari batu dan kayu, peralatan itu juga
terbuat dari tulang sehingga lebih tajam.
Kehidupan sosial, masyarakat semi nomaden setingkat
lebih baik dari pada masyarakat nomaden. Jumlah anggota
kelompok semakin bertambah besar dan tidak hanya terbatas
pada keluarga tertentu. Kenyataan ini menunjukkan bahwa
rasa kebersamaan di antara mereka mulai dikembangkan.
Rasa kebersamaan ini sangat penting dalam mengembangkan
kehidupan yang harmonis, tenang, aman, tentram, dan damai.
Nilai-nilai kehidupan, seperti gotong royong, saling membantu,
saling mencintai sesama manusia, saling menghargai dan
mengjormati telah berkembang pada masyarakat pra aksara.
Pada zaman ini, masyarakat diperkirakan telah memelihara
anjing. Pada waktu itu, anjing merupakan binatang yang dapat
membantu manusia dalam berburu binatang. Di Sulawesi
Selatan, di dalam sebuah goa ditemukan sisa-sisa gigi anjing
oleh Sarasin bersaudara.
3. Pola Kehidupan Menetap
Kehidupan masyarakat pra aksara terus berkembang sesuai
dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakatnya. Ternyata, pola
kehidupan semi nomaden tidak menguntungkan karena setiap
manusia masih harus berpindah dari satu tempat ke tempat yang
lain. Di samping itu, setiap orang harus membangun tempat
tinggal, meskipun hanya untuk sementara waktu. Dengan
demikian, pola kehidupan semi nomaden dapat dikatakan
kurang efektif dan efisien. Oleh karena itu, muncul gagasan
untuk mengembangkan pola kehidupan yang menetap. Itulah,
konsep dasar yang mendasari perkembangan kehidupan
masyarakat pra aksara.
Pola kehidupan menetap memiliki beberapa keuntungan
atau kelebihan, di antaranya:
• setiap keluarga dapat membangunan tempat tinggal yang
lebih baik untuk waktu yang lebih lama;
• setiap orang dapat menghemat tenaga karena tidak harus
membawa peralatan hidup dari satu tempat ke tempat
lain;
• para wanita dan anak-anak dapat tinggal lebih lama di rumah
dan tidak akan merepotkan;
• wanita dan anak-anak sangat merepotkan, apabila mereka
harus berpindah dari satu tempat ke tempat lain;
• mereka dapat menyimpan sisa-sisa makanan dengan lebih
baik dan aman;
• mereka dapat memelihara ternak sehingga mempermudah
pemenuhan kebutuhan, terutama apabila cuaca sedang tidak
baik;
• mereka memiliki waktu yang lebih banyak untuk berkumpul
dengan keluarga, sekaligus menghasilkan kebudayaan yang
bermanfaat bagi hidup dan kehidupannya;
• mereka mulai mengenal sistem astronomi untuk kepentingan
bercocok tanam;
• mereka mulai mengenal sistem kepercayaan.
Dilihat dari aspek geografis, masyarakat pra aksara
cenderung untuk hidup di daerah lembah atau sekitar sungai
dari pada di daerah pegunungan. Kecenderungan itu didasarkan
pada beberapa kenyataan, seperti:
• memiliki struktur tanah yang lebih subur dan sangat
menguntungkan bagi kepentingan bercocok tanam;
• memiliki sumber air yang baik sebagai salah satu kebutuhan
hidup manusia;
• lebih mudah dijangkau dan memiliki akses ke daerah lain
yang lebih mudah;

No comments:

Post a Comment