LARANGAN
BERBUAT KEKERASAN DAN ANARHIS
Sungguh sangat
miris hati ini setiap hari melihat tayangan telivisi yang mempertontonkan
berbagai tindakan kekerasan dimana-mana di negeri ini. Berdarah-darah bahkan
ada yang tergelimpang meregang nyawa, bangunan-bangunan dirusak dan
dihancurkan,api berkobar melalap dan menghanguskan berbagai bangunan rumah
penduduk, kantor polisi dan kantor pemerintahan tertinggal puing-puing belaka.
Semuanya tidak lain akibat tingkah polah dari manusia-manusia yang lebih
menyukai aksi kekerasan dalam menyelesaikan persoalan dalam upayanya memaksakan
kehendak.
Perkelahian
dengan kekerasan tidak saja dilakukan oleh anak-anak remaja antar sekolah,
antara sesama mahasiswa saling menyerang dan merusak fasilitas perkuliahan,
saling serang antara penduduk satu kampung dengan kampung yang lain sambil
melakukan bumi hangus membakar rumah-rumah sesama penduduk dan yang paling
dominan adalah perbuatan yang anarkis antara pengunjuk rasa dengan aparat
kepolisian. Sedangkan yang dijadikan dalih terjadinya aksi kekerasan tersebut
berbagai ragam persoalan, ada persoalan perebutan lahan antara perusahaan
dengan masyarakat, ada persoalan perebutan lahan parkir, ada pula persoalan
tuntutan pencabutan izin pertambangan, ada yang menuntut dibatalkannya
pemilihan Kepala Daerah (pilkada), bahkan ada yang penyebabnya hanyalah soal
yang sepele seperti saling ejek antara sesama pelajar dan juga saling ejek
antar sesama supporter sepak bola diakhiri dengan saling baku hantam. Namun
inti persoalan sebenarnya terletak kepada memaksakan kehendak secara sepihak yang
tidak mendapatkan respon semestinya.
Aksi
kekerasan sudah dijadikan sebuah kebiasaan hidup ditengah-tengah masyarakat,
meskipun aksi kekerasan tersebut meminta banyak pengorbanan berupa harta benda
maupun serta penderitaan fisik bahkan melayangnya nyawa , baik yang dirasakan
oleh sesama pelaku aksi tetapi juga berdampak bagi masyarakat secara luas.
Aksi
kekerasan yang banyak dilakukan oleh sebagian orang-orang muslim semestinya
telah disadari sejak awal bahwa apa yang mereka lakukan sesungguhnya adalah sebuah
kesalahan fatal karena perbuatan tersebut melanggar norma-norma kepatutan baik
ditilik dari segi perundang-undangan Negara, lagi lagi dilihat dari kacamata
syari’at islam. Perbuatan yang bersifat anarkis dan aksi kekerasan fisik
sangatlah dibenci dalam islam, sehingga seharusnya dihindarkan dan dijauhi.
Tetapi
sangat disayangkan sebagai buah dari kebebasan dan reformasi yang banyak
diperjuangkan oleh sementara pihak menyebabkan munculnya evoria yang berlebihan
dan kebablasan, dimana kita tahu bahwa sebelumnya aksi kekerasan yang dilakukan
oleh sementara pihak relatif terbatas bahkan nyaris tidak terdengar. Namun
belakangan ini suasana dinegeri kita ini yang sebelumnya dikenal penuh dengan
kedamaian kini telah berubah menjadi selalu gaduh hiruk pikuk dengan suasana
arnahis, tindakan kekerasan dan berdarah-darah. Ujung-ujungnya rakyat yang
merasakan kepahitan karena ulah sekelompok orang-orang yang memaksakan
kehendaknya.
Ditinjau
dari sudut pandang syari’at islam tindakan berutal, anarkis dan kekerasan yang
diharamkan itu muncul kepermukaan disebabkan adanya beberapa faktor pendorong
antara lain :
1.Jahil
terhadap ilmu syari’at.
Masih
banyaknya orang-orang yang jahil ( bodoh ) terhadap syari’at islam, sehingga
mereka kurang memahami tentang perintah-perintah yang wajib dilaksanakan dan
larangan-larangan yang harus dijauhi dan ditinggalkan. Ilmu agama sesungguhnya
sangatlah penting bagi setiap orang, karena perannya dalam mengarahkan manusia
dalam menjalani hidup yang bersesuaian dengan kehendak Allah. Orang-orang yang
berilmu diangkat derajatnya oleh Allah Subhanahu wa ta’ala sebagaimana
firman-Nya :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ
لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا
قِيلَ انشُزُوا فَانشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ
وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan
kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah
niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan:
"Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
( QS. Al Mujaadillah : 11 )
Selain dari
itu kepada hamba-hamba-Nya Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan untuk
menuntut ilmu, seperti yang disebutkan dalam firman Allah ‘azza wa jalla :
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُواْ
كَآفَّةً فَلَوْلاَ نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَآئِفَةٌ
لِّيَتَفَقَّهُواْ فِي الدِّينِ وَلِيُنذِرُواْ قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُواْ
إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
Tidak
sepatutnya bagi mu'minin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak
pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga
dirinya.( QS. At Taubah : 9 )
Menuntut
ilmu agama wajib bagi setiap muslim sebagaimana yang disebutkan dalam sebuah
hadits Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam :
Sunan Ibnu
Majah 220: dari Anas bin Malik ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim. Dan
orang yang meletakkan ilmu bukan pada pada ahlinya, seperti seorang yang
mengalungkan mutiara, intan dan emas ke leher babi."
Dengan
menuntut ilmu syari’at sebagai ilmu yang bermanfaat akan menimbulkan dan
meningkatkan rasa takut serta taqwanya kepada Allah. Hal ini berbeda dengan
orang-orang yang jahil ( bodoh ) dari ilmu agama, sehingga mereka akan semakin
jauh dari rasa takut dan taqwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Karena
ketiadaan ilmu banyak orang-orang yang melakukan perbuatan yang tidak sejalan
dengan kaidah-kaidah syari’at, berbuat berdasarkan nafsu dan perasaan saja.
Banyak diantara orang-orang yang tidak memahami bahwa perbuatan yang
dilakukannya menyalahi syari’at, berbuat anarkis, merusak, menghancurkan,
menyakiti dan bahkan membunuh sesama saudaranya sendiri. Padahal perbuatan
tersebut diharamkam dalam Islam.
2. Akhlak
Yang Tercela
Setiap
prilaku, tindakan dan ulah dari seseorang yang tampak dipermukaan agalah
gambaran dari bagaimana akhlaknya, apabila prilaku, tindakan dan sikap keseharian
seseorang yang patut dibanggakan maka itu tiada lain adalah implementasi dari
baiknya akhlak yang bersangkutan. Begitu juga seseorang yang dalam
kesehariannya menunjukan prilaku yang tidak sopan, kasar, menyukai tindakan
anarkis dan kekerasan, maka semua itu adalah gambaran dari akhlak yang jelek
dari seseorang.
Islam agama
yang sangat mengedepankan dan memandang penting akhlak yang baik bagi para
pemeluknya. Banyak sekali hadits-hadits yang membicarakan betapa pentingnya
akhlak tersebut. Sebagaimana diketahui bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam diutus untuk mengajak manusia agar beribadah hanya kepada Allah Azza wa
Jalla saja dan memperbaiki akhlak manusia. Diriwayatkan dari Abu Hurairah
radhiyallahu’anhu bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik.” (HR. Al-Bukhari)
Sesungguhnya antara akhlak dengan ‘aqidah terdapat hubungan yang sangat
kuat sekali. Karena akhlak yang baik sebagai bukti dari keimanan dan akhlak yang buruk sebagai bukti atas lemahnya iman, semakin sempurna akhlak seorang Muslim berarti semakin kuat imannya.
Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
.“Kaum
Mukminin yang paling sempurna imannya adalah yang akhlaknya paling baik di
antara mereka, dan yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik
kepada isteri-isterinya (HR. At-Tirmidzi )
Akhlak yang baik adalah bagian dari amal shalih yang dapat menambah keimanan dan memiliki bobot yang berat dalam timbangan. Pemiliknya sangat dicintai oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan akhlak yang baik adalah salah satu penyebab seseorang untuk dapat masuk Surga.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
.“Tidak ada
sesuatu pun yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin di hari Kiamat
melainkan akhlak yang baik, dan sesungguhnya Allah sangat membenci orang yang
suka berbicara keji dan kotor.” (HR. At-Tirmidzi)
Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda pula:
إِ
“Sesungguhnya yang paling aku cintai di antara kalian dan yang paling dekat majelisnya denganku pada hari Kiamat adalah yang paling baik akhlaknya...” ( HR. At-Tirmidzi),
Sesungguhnya
islam memerintahkan kepada umatnya memiliki akhlak yang mulia dan melarang dari
akhlak yang hina, karena dengan akhlak yang mulia maka seseorang tidak akan
berbuat zhalim kepada orang lain. Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam
bersabda :
.
Sunan Abu
Daud 4168: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr dan Utsman bin Abu Syaibah
keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Waki' dari Sufyan dari Ma'bad
bin Khalid dari Haritsah bin Wahb ia berkata, "Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Tidak akan masuk surga orang yang keras hati
dan sombong." Perawi berkata, "Al Jawwazh adalah orang yang keras
hatinya.
Setiap umat
muslim diperintahkan untuk bergaul dengan sesama manusia dengan akhlak yang
baik, bukan melakukan keburukan dengan tindakan anarkis dan kekerasan, akan hal
ini Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam bersabda :
Sunan
Tirmidzi 1910: dari Abu Dzar ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam pernah bersabda kepadaku: "Bertakwalah kamu kepada Allah dimana
saja kamu berada dan ikutilah setiap keburukan dengan kebaikan yang dapat
menghapuskannya, serta pergauilah manusia dengan akhlak yang baik." Hadits
semakna juga diriwayatkan oleh Abu Hurairah. Abu Isa berkata; Ini adalah hadits
hasan shahih.
Sesungguhnya
Allah subhanahu wa ta’ala sangat murka kepada orang-orang yang suka berbuat
keji lagi jahat dengan melakukan kezhaliman , sebagaimana hadits yang
diriwiyatkan dari Abu Darda
Sunan
Tirmidzi 1925: ` dari Abu Darda` bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Tidak sesuatu yang lebih berat dalam timbangan seorang mukmin
kelak pada hari kiamat daripada akhlak yang baik. Sesungguhnya Allah amatlah
murka terhadap seorang yang keji lagi jahat.".
3.Hilangnya
Rasa Kasih Sayang
Telah
hilangnya rasa kasih sayang dan sifat kelembutan dalam diri seseorang
menyebabkan lahirnya tindakan kekerasan dan penganiayaan serta melakukan
perbuatan-perbuatan yang merusak serta menimbulkan kerugian serta penderitaan
kepada orang lain, padahal Islam telah,mensyari’atkan perlunya manusia itu
bersifat lemah lembut kepada sesama dan saling berkasih sayang. Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman :
Maka
disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi
mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu [246]. Kemudian
apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (QS. Ali
Imran : 159 ).
Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman :
ذَلِكَ الَّذِي يُبَشِّرُ اللَّهُ عِبَادَهُ
الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ قُل لَّا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ
أَجْرًا إِلَّا الْمَوَدَّةَ فِي الْقُرْبَى وَمَن يَقْتَرِفْ حَسَنَةً نَّزِدْ
لَهُ فِيهَا حُسْنًا إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ شَكُورٌ
Itulah
(karunia) yang (dengan itu) Allah menggembirakan hamba- hamba-Nya yang beriman
dan mengerjakan amal yang saleh. Katakanlah: "Aku tidak meminta kepadamu
sesuatu upahpun atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan".
Dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan Kami tambahkan baginya kebaikan pada
kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri
[1345].( QS. Asy Syuura : 23 )
Firman Allah
subhanahu wa ta’ala :
ثُمَّ كَانَ مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا وَتَوَاصَوْا
بِالصَّبْرِ وَتَوَاصَوْا بِالْمَرْحَمَةِ
Dan dia
(tidak pula) termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk
bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang.( QS. Al Balad : 17 )
Selain itu
banyak pula hadits-hadits Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam yang
menyinggung perlunya saling kasih, saling menyayangi dan saling membantu
diantara orang-orang mukmin, sebagaimana hadis riwayat Nukman bin Basyir
Radhiyallahu 'anhu , ia berkata:Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
Perumpamaan
orang-orang mukmin dalam hal saling kasih, saling menyayang dan saling cinta
adalah seperti sebuah tubuh, jika salah satu anggotanya merasa sakit, maka
anggota-anggota tubuh yang lain ikut merasakan sulit tidur dan demam ( HR.
Muslim ).
4.Hilangnya
rasa malu
Hilangnya
rasa malu dalam diri seseorang, menjadikan dirinya tanpa segan dan malu berbuat
seenaknya tanpa mempertimbangkan harkat dan harga diri sesama manusia dengan
melakukan tindakan dan aksi kekerasan. Tidak adanya rasa malu maka seseorang
dengan kesombongan dan keangkuhannya membuat orang lain dengan berbagai
tindakan yang menyebabkan kerugian dan penderitaan bagi orang atau pihak lain,
seperti melakukan penyerangan, menyakiti fisik, merusak dan membakar harta
benda serta berbagai perbuatan keji lainnya yang seharusnya tidak dilakukan
oleh yang beragama.Oleh karena itu di zaman ini, suatu zaman yang rasa malu
sudah berkurang bahkan hilang bagi sebagian orang, kemungkaran merajalela,
hal-hal yang memalukan dilakukan dengan terang-terangan bahkan keburukan
dinilai sebagai sebuah kebaikan. Bahkan sebagian orang merasa bangga dengan
perbuatan tercela dan hina
Para ulama
menjelaskan, malu hakikatnya adalah akhlak yang dapat membawa seseorang untuk
meninggalkan perbuatan tercela dan mencegahnya dari mengurangi hak yang
lainnya. Demikian dikatakan oleh Al-Imam An-Nawawi rahimahullah dalam kitab
beliau Riyadhush Shalihin, Kitabul Adab Bab Al-Haya` wa Fadhluhu wal Hatstsu
‘alat Takhalluqi bihi.
Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan bahwa malu yang dipuji dalam ucapan Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam adalah akhlak yang bisa mendorong seseorang melakukan kebaikan dan meninggalkan kejelekan
Ibnu Rajab Al-Hambali rahimahullah mengatakan bahwa malu yang dipuji dalam ucapan Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam adalah akhlak yang bisa mendorong seseorang melakukan kebaikan dan meninggalkan kejelekan
Rasa malu
dengan sesama manusia. Malu inilah yang mengekang seorang hamba untuk melakukan
perbuatan yang tidak pantas. Dia merasa risih jika ada orang lain yang
mengetahui kekurangan yang dia miliki.Rasa malu dengan sesama akan mencegah
seseorang dari melakukan perbuatan yang buruk dan akhlak yang hina. Sedangkan
rasa malu kepada Allah akan mendorong untuk menjauhi semua larangan Allah dalam
setiap kondisi dan keadaan, baik ketika bersama banyak orang ataupun saat
sendiri tanpa siapa-siapa menyertai
Orang yang memiliki rasa malu dengan sesama tentu akan menjauhi segala sifat yang tercela dan berbagai tindak tanduk yang buruk. Karenanya orang tersebut tidak akan suka mencela, mengadu domba, menggunjing, berkata-kata jorok dan tidak akan terang-terangan melakukan tindakan maksiat dan keburukan.
Orang yang memiliki rasa malu dengan sesama tentu akan menjauhi segala sifat yang tercela dan berbagai tindak tanduk yang buruk. Karenanya orang tersebut tidak akan suka mencela, mengadu domba, menggunjing, berkata-kata jorok dan tidak akan terang-terangan melakukan tindakan maksiat dan keburukan.
Rasa takut
kepada Allah mencegah kerusakan sisi batin seseorang. Sedangkan rasa malu
dengan sesama berfungsi menjaga sisi lahiriah agar tidak melakukan tindakan
buruk dan akhlak yang tercela. Karena itu orang yang tidak punya rasa malu itu
seakan tidak memiliki iman. Rasulullah shallahu’alaihi wa sallam bersabda :
Sunan Abu Daud 4164: Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah berkata, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Manshur dari Rib'I bin Hirasy dari Abu Mas'ud ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Perkataan pertama yang diperoleh oleh manusia dari perkataan kenabian adalah, 'Jika kamu tidak malu maka berbuatlah sesukamu'
Makna hadits, jika orang itu sudah tidak lagi memiliki rasa malu maka dia akan berbagai perilaku buruk yang dia inginkan. Ini dikarenakan rasa malu yang merupakan faktor penghalang berbagai tindakan buruk tidak lagi terdapat pada diri orang tersebut. Siapa yang sudah tidak lagi memiliki rasa malu akan tenggelam dalam berbagai perbuatan keji dan kemungkaran.
Nabi shalallahu’alaihbiu wa sallam bersabda,
Rasa malu
dan iman itu terikat menjadi satu. Jika yang satu hilang maka yang lain juga
akan hilang.” (HR. Hakim dari Ibnu Umar dengan penilaian ‘shahih menurut
kriteria Bukhari dan Muslim. Penilaian beliau ini disetuju oleh Dzahabi. Juga
dinilai shahih oleh al Albani dalam Shahih Jami’ Shaghir, no. 1603)
Jika kita
mau memperhatikan kondisi dan keadaan manusia secara cermat, niscaya kita akan
mendapati realita bahwa berbagai keburukan dan kejelekan terjadi, baik yang
berupa kekafiran, kesyirikan, kebid’ahan, dan kemaksiatan, baik yang kecil
maupun yang besar, dikarenakan mereka telah kekurangan bahkan kehilangan rasa
malu yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya. Jika rasa malu dengan kedua
jenisnya telah hilang dari seseorang maka tak ada lagi kebaikan yang bisa
diharapkan darinya. Bahkan bisa jadi dirinya telah berubah menjadi syaithan
yang terkutuk’
Setiap orang mempunyai rasa malu, entah besar ataupun kecil. Malu itu merupakan kekuatan preventif (pencegahan) guna menghindarkan diri dalam kehinaan atau terulangnya kesalahan serupa. Akan tetapi, rasa malu itu bisa luntur dan pudar, hingga akhirnya lenyap (mati) karena berbagai sebab. Jika malu sudah mati dalam diri seseorang, berarti sudah tak ada lagi kebaikan yang bisa diharapkan dari dirinya. sesukamu'."
Setiap orang mempunyai rasa malu, entah besar ataupun kecil. Malu itu merupakan kekuatan preventif (pencegahan) guna menghindarkan diri dalam kehinaan atau terulangnya kesalahan serupa. Akan tetapi, rasa malu itu bisa luntur dan pudar, hingga akhirnya lenyap (mati) karena berbagai sebab. Jika malu sudah mati dalam diri seseorang, berarti sudah tak ada lagi kebaikan yang bisa diharapkan dari dirinya. sesukamu'."
Dapat
dibayangkan, bila rasa malu itu telah hilang dalam diri seseorang, segala
perilakunya makin sulit dikendalikan. Sebab, dia akan melakukan berbagai
perbuatan tak terpuji, seperti mencuri yang termasuk di dalamnya korupsi, ,
menipu, mempertontonkan aurat dengan pakaian yang seksi dan mini, berzina,
mabuk-mabukan, pembajakan, pelecehan seksual, dan pembunuhan. Mereka sudah
dikuasai oleh nafsu serakah. Orang yang sudah dikuasai nafsu serakah dan tidak
ada lagi rasa malu dalam dirinya maka perbuatannya sama dengan perilaku hewan
yang tidak punya akal. Berbagai macam kemaksiatan dan kemunkaran merupakan
bagian yang tidak dapat dipisahkan lagi dari kehidupannya sehari-hari.
Hilangnya rasa malu pada diri seseorang merupakan awal datangnya bencana pada dirinya. Sebuah hadits menyebutkan
Hilangnya rasa malu pada diri seseorang merupakan awal datangnya bencana pada dirinya. Sebuah hadits menyebutkan
Sunan Ibnu
Majah 4044: dari Ibnu Umar, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Apabila Allah 'azza wajalla hendak membinasakan seorang hamba maka Dia
akan mencabut rasa malu darinya, apabila rasa malu sudah dicabut darinya maka
kamu akan mendapatinya dalam keadaan sangat dibenci. Jika kamu tidak
mendapatinya melainkan dalam keadaan sangat dibenci, maka akan dicabut amanah
darinya, apabila amanah telah dicabut darinya, maka kamu tidak mendapatinya
kecuali dalam keadaan menipu dan tertipu. Apabila kamu tidak menjumpainya
melainkan dalam keadaan menipu dan tertipu, maka akan dicabut darinya sifat
kasih sayang, dan apabila dicabut darinya kasih sayang, kamu tidak akan
menjumpainya kecuali dalam keadaan terlaknat lagi terusir, dan apabila kamu
tidak menjumpainya melainkan dalam keadaan terlaknat lagi terusir, maka akan
dicabut darinya ikatan Islam.
Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim menyebutkan:
Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim menyebutkan:
Shahih
Muslim 50: dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau
bersabda: "Iman itu ada tujuh puluh lebih cabang, dan malu adalah termasuk
iman."
5.Hilangnya
Kesabaran
Perilaku
kebanyakan orang yang bersikap anarkis, berbuat kekerasan dan aniaya,
menyerang, membuat kerusakan dan memusnahkan harta benda sesama manusia
sebagaimana yang banyak dilakukan diberbagai tempat tidak lain adalah karena
tidak adanya rasa sabar dalam diri mereka, padahal sabar mutlak harus dimiliki
setiap mukmin, karena sabar itu sendiri bagian dari Islam.
Sabar
berarti menahan dan mencegah. Menguatkan makna seperti ini adalah firman Allah
dalam Al-Qur’an:
“Dan
bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi
dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu
berpaling dari mereka (karena)
mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telahKami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewat
i batas.” (Al-Kahfi: 28)
Perintah bersabar pada ayat di atas adalah untuk menahan diri dari keingingan ‘keluar’ dari komunitas
orang-orang yang menyeru Rabnya serta selalu mengharap keridhaan-Nya. Perintah sabar di atas sekaligus
juga sebagai pencegahan dari keinginan manusia yang ingin lalai dari mengingat Allah swt.
mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telahKami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewat
i batas.” (Al-Kahfi: 28)
Perintah bersabar pada ayat di atas adalah untuk menahan diri dari keingingan ‘keluar’ dari komunitas
orang-orang yang menyeru Rabnya serta selalu mengharap keridhaan-Nya. Perintah sabar di atas sekaligus
juga sebagai pencegahan dari keinginan manusia yang ingin lalai dari mengingat Allah swt.
Sabar adalah
menahan diri dari sifat kegundahan dan rasa emosi, kemudian menahan lisan dari
keluh kesah serta menahan anggota tubuh dari perbuatan yang tidak terarah.
Amru bin Usman mengatakan, bahwa sabar adalah keteguhan bersama Allah, menerima ujian dari-Nya dengan lapang dan tenang. Kesabaran merupakan salah satu ciri mendasar orang yang bertaqwa. Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa kesabaran setengah keimanan dan sabar adalah kunci segala keinginan. Sabar memilikikaitan erat dengan keimanan. Tidak ada keimanan yang tidak disertai kesabaran, sebagaOleh karena itu, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menggambarkan sabar adalah cirri-ciri orang yang beriman.
Kesabaran banyak sekali dibicarakan dalam Al-AQur’an ,dan memerintahkan kepada setiap hambaAllah untuk bersabar
Terdapat 72 ayat yang mengulas hal-hal yang berkaitan dengan sabar .Antara lain dapat dikutip disini beberapa ayat sebagai berikut.
Firman Allah :
Amru bin Usman mengatakan, bahwa sabar adalah keteguhan bersama Allah, menerima ujian dari-Nya dengan lapang dan tenang. Kesabaran merupakan salah satu ciri mendasar orang yang bertaqwa. Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa kesabaran setengah keimanan dan sabar adalah kunci segala keinginan. Sabar memilikikaitan erat dengan keimanan. Tidak ada keimanan yang tidak disertai kesabaran, sebagaOleh karena itu, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam menggambarkan sabar adalah cirri-ciri orang yang beriman.
Kesabaran banyak sekali dibicarakan dalam Al-AQur’an ,dan memerintahkan kepada setiap hambaAllah untuk bersabar
Terdapat 72 ayat yang mengulas hal-hal yang berkaitan dengan sabar .Antara lain dapat dikutip disini beberapa ayat sebagai berikut.
Firman Allah :
Hai
orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu
[sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.(QS.Al-Baqarah: 153 )
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman :
مَا عِندَكُمْ يَنفَدُ وَمَا عِندَ اللّهِ بَاقٍ
وَلَنَجْزِيَنَّ الَّذِينَ صَبَرُواْ أَجْرَهُم بِأَحْسَنِ مَا كَانُواْ
يَعْمَلُونَ
Apa yang di
sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan
sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang sabar dengan
pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. ( QS.An Nahl : 96 )
Firman Allah
‘azza wa jalla :
ثُمَّ كَانَ مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا وَتَوَاصَوْا
بِالصَّبْرِ وَتَوَاصَوْا بِالْمَرْحَمَةِ
Dan dia
(tidak pula) termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk
bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang.( QS. Al Balad : 17 )
Muslim meriwayatsebuahhadits
Dari Abu
Yahya, iaitu Shuhaib bin Sinan r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Amat mengherankan sekali keadaan orang mu'min itu, sesungguhnya semua keadaannya itu adalah merupakan kebaikan baginya dan kebaikan yang sedemikian itu tidak akan ada lagi seseorang pun melainkan hanya untuk orang mu'min itu belaka, yaitu apabila ia mendapatkan kelapangan hidup, ia pun bersyukur-lah, maka hal itu adalah kebaikan baginya, sedang apabila ia ditimpa oleh kesukaran - yakni yang merupakan bencana - ia pun bersabar dan hal ini pun adalah merupakan kebaikan baginya."(RiwayatMuslim)
Sabar adalah cirinya orang yang beriman, dimana dengan kesabaran tersebut yang bersangkutan menahan diri untuk tidak melakukan sesuatu diluar koridor islam, dengan sabar yang ada dalam diri seseorang akan menyelamatkannya dari hal-hal yang sifatnya negative seperti berbuat anarkis, melakukan tindakan kekerasan, melakukan penganiayaan, melakukan pengrusakan dan berbagai tindakan buruk yang bertentangan dengan kebenaran dan keadilan.
"Amat mengherankan sekali keadaan orang mu'min itu, sesungguhnya semua keadaannya itu adalah merupakan kebaikan baginya dan kebaikan yang sedemikian itu tidak akan ada lagi seseorang pun melainkan hanya untuk orang mu'min itu belaka, yaitu apabila ia mendapatkan kelapangan hidup, ia pun bersyukur-lah, maka hal itu adalah kebaikan baginya, sedang apabila ia ditimpa oleh kesukaran - yakni yang merupakan bencana - ia pun bersabar dan hal ini pun adalah merupakan kebaikan baginya."(RiwayatMuslim)
Sabar adalah cirinya orang yang beriman, dimana dengan kesabaran tersebut yang bersangkutan menahan diri untuk tidak melakukan sesuatu diluar koridor islam, dengan sabar yang ada dalam diri seseorang akan menyelamatkannya dari hal-hal yang sifatnya negative seperti berbuat anarkis, melakukan tindakan kekerasan, melakukan penganiayaan, melakukan pengrusakan dan berbagai tindakan buruk yang bertentangan dengan kebenaran dan keadilan.
6.
Menurutkan hawa nafsu
Ada
sekolompok orang menganggap hawa nafsu sebagai "syaitan yang bersemayam di
dalam diri manusia," yang bertugas untuk mengusung manusia kepada
kefasikan atau pengingkaran atau perbuatan-perbuatan yang merusak, melakukan
tindakan anarkis serta kekerasan, melakukan penganiayaan dan banyak perbuatan
buruk yang bertentangan dengan hati nurani.
Mengikuti
hawa nafsu akan membawa manusia kepada kerusakan. Akibat pemuasan nafsu jauh
lebih mahal ketimbang kenikmatan yang didapat darinya. Hawa nafsu yang tidak
dapat dikendalikan juga dapat merusak potensi diri seseorang.
Sebenarnya
setiap orang diciptakan dengan potensi diri yang luar biasa, tetapi hawa nafsu
dapat menghambat potensi itu muncul kepermukaan. Potensi yang dimaksud di sini
adalah potensi untuk menciptakan keadilan, ketenteraman, keamanan,
kesejahteraan, persatuan dan hal-hal baik lainnya.
.Allah
subhanahu wa ta’ala telah menggariskan sya’riat islam bagi hamba-hamba-Nya baik
yang ada dalam al-Qur’an maupun as-Sunnah sebagai aturan yang harus diikuti dan
dipedomani baik dalam hal beribadah maupun bermualah sebagai mana Firman Allah
:
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِّنَ الْأَمْرِ
فَاتَّبِعْهَا وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاء الَّذِينَ لَا يَعْلَمُون
Kemudian
Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama
itu), maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang
yang tidak mengetahui.( QS.Al Jaatsiyah : 45 )
.Orang-orang
yang takut akan kebesaran Allah subhanahu wa ta’ala akan tunduk dan patuh
kepada Allah dengan melaksanakan segala perintah-Nya serta, menjauhkan diri
segala larangannya sehingga ia dapat menahan diri dari keinginan hawa nafsu
yang selalu minta dipuaskan, hal tersebut dijelaskan dalam firman Allah subhanahu
wa ta’ala :
وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى
النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى
Dan adapun
orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari
keinginan hawa nafsunya,( QS. An-Naazi'aat :40 )
5.Kebenaran
itu datangnya dari Allah berdasarkan Al-Qur’an dan as-Sunnah bukan berdasarkan
apa yang dimaui oleh hawa nafsu manusia, sedangkan hawa nafsu itu senantiasa
akan mengajak kepada kehancuran, hal ini sesuai dengan firman Allah
وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءهُمْ
لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَن فِيهِنَّ بَلْ أَتَيْنَاهُم
بِذِكْرِهِمْ فَهُمْ عَن ذِكْرِهِم مُّعْرِضُونَ
Andaikata
kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah langit dan bumi ini,
dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada
mereka kebanggaan (Al Qur'an) mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan
itu (QS. Al Mu'minuun :71)
Rasulullah
shalallahu’alaihi wa sallam mengatakan bahwa seburuk-buruk hamba adalah yang
dikuasai oleh hawa nafsu, hal ini disampaikan beliau dalam sebuah hadits :
Sunan
Tirmidzi 2372: dari Asma` binti 'Umais Al Khats'amiyah berkata: Aku mendengar
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: " Betapa buruknya hawa
nafsu sehingga Rasulullah shalallahu’alaihi Seburuk buruk hamba adalah hamba
yang sombong, berbangga diri dan lupa terhadap Dzat yang maha besar dan maha
tinggi, seburuk buruk hamba adalah hamba yang diktator dan kejam dan dia lupa
terhadap Dzat yang maha perkasa lagi maha tinggi, seburuk buruk hamba adalah
hamba yang lupa dan lalai dan lupa akan kuburan dan ujian, seburuk buruk hamba
adalah hamba yang melampaui batas dan berlebih lebihan, lupa terhadap adanya
permulaan dan kesudahan, seburuk buruk hamba adalah hamba yang mencari dunia
dengan mengorbankan agama, seburuk buruk hamba adalah hamba yang mencari agama
dengan hal hal yang syubhat, seburuk buruk hamba adalah hamba yang dikendalikan
oleh sifat tamak, seburuk buruk hamba adalah hamba yang dikuasai oleh hawa
nafsu yang menyesatkannya dan seburuk buruk hamba adalah hamba yang dikuasai
sifat rakus yang menjadikannya hina
Sesungguhnya
hawa nafsu itu mengajak kepada setiap hamba pemiliknya untuk melakukan berbagai
perbuatan yang munkar dan yang dibenci, karenanya Rasulullah shalallahu’alaihi
wa sallam mengucapkan doa berlindung dari hawa nafsu sebagaimana yang
diriwayatkan dalam sebuah hadits beliau :
Sunan
Tirmidzi 3515: dari Mis'ar dari Ziyad bin 'Ilaqah dari pamannya dia berkata;
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengucapkan: "ALAAHUMMA INNII A'UUDZU
BIKA MIN MUNKARAATIL AKHLAAQ WAL A'MAALI WAL AHWAAAI" (Ya Allah! Aku
berlindung kepada-Mu dari berbagai kemungkaran akhlak, amal maupun hawa
nafsu)."
Orang-orang
yang melakukan berbagai tindakan anarkis, aksi kekerasan, perkelahian, saling
menyerang, merusak serta membakar berbagai fasilitas umum dan rumah rumah
penduduk tiada lain karena menurutkan godaan hawa nafsu yang ditunggangi oleh
iblis dan syaitan. Memperturutkan nafsu amarah(nafsu yang mengajak kepada
keburukan), yaitu: Ketika iman kalah dibandingkan dengan hawa nafsu, sehingga
manusia tersebut lebih banyak berbuat yang buruk daripada yang baik. Mereka
inilah yang hawa nafsu sepenuhnya telah dikuasai dan tidak dapat melawannya
sama sekali.
Orang-orang
yang mengikuti hawa nafsu ialah berjalan di belakang mengikuti keinginan nafsu.
Sedangkan menurut syara’ mengikuti hawa nafsu ialah berjalan di belakang
kehendak nafsu dan ambisinya tanpa pengendalian akal. Bahkan terkadang tidak
rasional atau tanpa selaras dengan syara’ dan tidak diperhitungkan akibatnya.
Mengikuti
hawa nafsu akan membawa manusia kepada kerusakan. Akibat pemuasan nafsu jauh
lebih mahal ketimbang kenikmatan yang didapat darinya. Hawa nafsu yang tidak
dapat dikendalikan juga dapat merusak potensi diri seseorang.
Hawa nafsu,
suatu kata yang sering sekali kita mendengarnya di kehidupan kita. Al Imam Asy
Sya’bi rahimahullah berkata: “Sesungguhnya kenapa dinamakan hawa nafsu adalah
karena dia menyeret seorang hamba ke dalam neraka.
Banyak
sekali celaan dan hinaan bagi para pengikut, penghamba, pengekor hawa nafsu,
shahabat yang mulia Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan: “Tidaklah Allah
menyebutkan kata hawa di berbagai tempat di dalam Al Qur’an kecuali
mencelanya!”
Mengekor
kepada hawa nafsu menjadikan seseorang tenggelam kedalam keasyikan memenuhi
selera rendahnya tanpa mempertimbangkan resiko yang akan diperolehnya.
Orang-orang yang mengekor apa yang dimaui oleh hawa nafsu menjadikan mereka
lupa diri bahwa apa yang diperbuatnya dalam memenuhi keinginan-keinginan dan
kehendak-kehendak nafsunya tidak akan merasa pernah terpuaskan kecuali ajal
datang menjemput.
Maka sungguh
akibat yang dihasilkan oleh hawa nafsu sangat merugikan di dunia dan di
akhirat, di dunia dia terhalang dari kebenaran sebagaimana yang telah dikatakan
oleh Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu: “Dua perkara yang aku takutkan akan
menimpa kalian panjang angan-angan dan mengikuti hawa nafsu, karena
sesungguhnya panjang angan-angan melupakan kita dari akhirat adapun mengikuti
hawa nafsu menghalangi seseorang dari kebenaran.”
Bahkan
dengannya bisa menyeret seseorang ke dalam neraka sebagaimana sabda Rasulullah
shalallahu ‘alahi wa sallam tentang seorang hakim (pengambil keputusan) ketika
di dalam menjalankan tugas dan mengambil keputusan dia dikalahkan oleh hawa
nafsunya, Rasulullah shalallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
Sunan Abu
Daud 3102: dari Ibnu Buraidah dari Ayahnya dari Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam, beliau bersabda: "Hakim itu ada tiga; satu orang di Surga dan
dua orang berada di Neraka. Yang berada di surga adalah seorang laki-laki yang
mengetahui kebenaran lalu menghukumi dengannya, seorang laki-laki yang
mengetahui kebenaran lalu berlaku lalim dalam berhukum maka ia berada di
Neraka, dan orang yang memberikan keputusan untuk manusia di atas kebodohan maka
ia berada di Neraka." Abu Daud berkata, "Hadits ini adalah yang
paling shahih dalam hal tersebut, yaitu Hadits Ibnu Buraidah yang mengatakan;
Hakim ada tiga…."
7. Menyukai
perbuatan Zhalim
Kalimat
zhalim digunakan untuk melambangkan sifat kejam, bengis, tidak
berperikemanusiaan, suka melihat orang dalam penderitaan dan kesengsaraan,
melakukan kemungkaran, penganiayaan, kemusnahan harta benda, ketidak adilan dan
banyak lagi pengertian yang dapat diambil dari sifat zalim tersebut, yang mana
pada dasarnya sifat ini merupakan sifat yang keji dan hina, dan sangat
bertentangan dengan akhlak dan fitrah manusia, yang seharusnya menggunakan akal
untuk melakukan kebaikan.
Para ulama
mendefinisikan dzalim sebagai: “Menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya”
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dengan tegas melarang seseorang mendzalimi orang lain,
sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Shahih
Muslim 4674: dari Abu Dzar dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam
meriwayatkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang berbunyi: "Hai
hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan diri-Ku untuk berbuat zhalim dan
perbuatan zhalim itu pun Aku haramkan diantara kamu. Oleh karena itu, janganlah
kamu saling berbuat zhalim! Hai hamba-Ku, kamu sekalian berada dalam kesesatan,
kecuali orang yang telah Aku beri petunjuk. Oleh karena itu, mohonlah petunjuk
kepada-Ku, niscaya Aku akan memberikannya kepadamu! Hai hamba-Ku, kamu sekalian
berada dalam kelaparan, kecuali orang yang telah Aku beri makan. Oleh karena
itu, mintalah makan kepada-Ku, niscaya Aku akan memberimu makan! Hai hamba-Ku,
kamu sekalian telanjang dan tidak mengenakan sehelai pakaian, kecuali orang
yang Aku beri pakaian. Oleh karena itu, mintalah pakaian kepada-Ku, niscaya Aku
akan memberimu pakaian! Hai hamba-Ku, kamu sekalian senantiasa berbuat salah
pada malam dan siang hari, sementara Aku akan mengampuni segala dosa dan
kesalahan. Oleh karena itu, mohonlah ampunan kepada-Ku, niscaya aku akan
mengampunimu! Hai hamba-Ku, kamu sekalian tidak akan dapat menimpakan mara
bahaya sedikitpun kepada-Ku, tetapi kamu merasa dapat melakukannya. Selain itu,
kamu sekalian tidak akan dapat memberikan manfaat sedikitpun kepada-Ku, tetapi
kamu merasa dapat melakukannya. Hai hamba-Ku, seandainya orang-orang yang
terdahulu dan orang-orang yang belakangan serta manusia dan jin, semuanya
berada pada tingkat ketakwaan yang paling tinggi, maka hal itu sedikit pun
tidak akan menambahkan kekuasaan-Ku. Hai hamba-Ku, seandainya orang-orang yang
terdahulu dan orang-orang yang belakangan serta jin dan manusia semuanya berada
pada tingkat kedurhakaan yang paling buruk, maka hal itu sedikitpun tidak akan
mengurangi kekuasaan-Ku. Hai hamba-Ku, seandainya orang-orang yang terdahulu
dan orang-orang yang belakangan serta semua jin dan manusia berdiri di atas
bukit untuk memohon kepada-Ku, kemudian masing-masing Aku penuh permintaannya,
maka hal itu tidak akan mengurangi kekuasaan yang ada di sisi-Ku, melainkan
hanya seperti benang yang menyerap air ketika dimasukkan ke dalam lautan. Hai
hamba-Ku. sesungguhnya amal perbuatan kalian senantiasa akan Aku hisab (adakan
perhitungan) untuk kalian sendiri dan kemudian Aku akan berikan balasannya.
Barang siapa mendapatkan kebaikan, maka hendaklah ia memuji Allah Subhanahu wa
Ta'ala. Dan barang siapa yang mendapatkan selain itu (kebaikan), maka janganlah
ia mencela kecuali dirinya sendiri." Oleh karena itu, jika seseorang
mendzalimi orang lain, berarti ia telah melakukan sikap yang tidak selayaknya
pada orang lain tersebut, yang membuat orang tersebut tidak ridha terhadap apa
yang dilakukannya. Perbuatan inilah yang dilarang Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, sesuai dalam hadits di atas.
Termasuk
kedalam perbuatan yang dzalim atau aniaya jika kita melakukan sesuatu perbuatan
yang tidak pada tempatnya kepada orang lain hingga melanggar hak-hak sesama
mahluk ciptaan Allah. Banyak sekali perbuatan yang termasuk kedzaliman yang
dilakukan seseorang terhadap orang lain antara lain melakukan tindakan
kekerasan penganganiayaan, mencaci maki, mengumpat, menghina, memperkosa,
pelecehan seksual, memakan harta orang lain, riba dan ratusan perbuatan yang
tidak dapat disebutkan satu persatu. Banyak ayat dalam Al-Qur’an yang
membicarakan tentang kedzaliman terhadap orang lain, antara lain firman Allah :
وَلاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُم بَيْنَكُم
بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُواْ بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُواْ فَرِيقًا مِّنْ
أَمْوَالِ النَّاسِ بِالإِثْمِ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ
Dan
janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu
dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada
hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu
dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.( QS. AlBaqarah : 188 )
Di lain ayat
Allah juga berfirman :
Hai orang-orang
yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang
lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula
sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan
itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri [1410] dan jangan
memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah
(panggilan) yang buruk sesudah iman [1411] dan barangsiapa yang tidak bertobat,
maka mereka itulah orang-orang yang zalim.( QS. Al; Hujuraat “ 11 )
Keterangan
penjelasan :
[1410]
"Jangan mencela dirimu sendiri" maksudnya ialah mencela antara sesama
mu'min karana orang-orang mu'min seperti satu tubuh.
[1411] Panggilan yang buruk ialah gelar yang tidak disukai oleh orang yang digelari, seperti panggilan kepada orang yang sudah beriman, dengan panggilan seperti: hai fasik, hai kafir dan sebagainya.
[1411] Panggilan yang buruk ialah gelar yang tidak disukai oleh orang yang digelari, seperti panggilan kepada orang yang sudah beriman, dengan panggilan seperti: hai fasik, hai kafir dan sebagainya.
Banyak
ayat-ayat yang disebutkan dalam Al-Qur’an yang berkenaan dengan larangan
sebenarnya maknanya berkaitan dengan perbuatan dzalim kepada sesama manusia
meskipun dalam ayat tersebut tidak disebutkan langsung kata-kata dzalim namun
sebenarnya didalamnya tersirat larangan perbuatan dzalim.
Sebuah
hadits dari Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam menyebutkan tentang perbuatan
dzalim sesama manusia, sebagaimana sabda beliau :
Sunan
Tirmidzi 3641: Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Sa'id Al Jauhari
telah menceritakan kepada kami Syadzan Al Aswad bin 'Amir dari Sinan bin Harun
Al Burjumi dari Kulaib bin Wa`il dari Ibnu Umar dia berkata; "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam pernah menjelaskan tentang fitnah seraya besabda:
"Orang Ini akan dibunuh di dalam peristiwa itu dengan dzalim." Yaitu
bagi Utsman. Abu Isa berkata; "Hadits ini derajatnya hasan gharib melalui jalur
indah, yaitu dari hadits Ibnu Umar."
Rasulullah
shalallahu’alaihi wa sallam bersabda :
Musnad Ahmad
12606: dari Anas sesungguhnya rasulullah shallahu'alaihi wasallam bersabda,
"Tolonglah saudaramu yang menganiaya atau yang dianiaya!". Ada yang
bertanya, wahai Rasulullah! orang teraniaya tentu kita menolongnya, lalu
bagaimana mungkin kita menolong orang yang berbuat aniaya?. (Rasulullah
Shallalhu'alaihi wasallam) menjawab, "Caranya, kau cegah supaya tidak
berbuat aniaya".
Rasulullah
shalallahu’alaihi wa sallam bersabda :
Musnad Ahmad
13254: Anas bin Malik berkata; Nabi Shallallahu'alaihi wasallam pernah berbekam
(mengeluarkan darah kotor dari badan) dan tidak pernah menganiaya seorangpun
mengenai upahnya.
Sabda
Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam :
Sunan Abu
Daud 4250: dari Yazid bin Abdullah dari Iyadh bin Himar ia berkata,
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya
Allah telah mewahyukan kepadaku, hendaklah kalian bersikap rendah diri, hingga
seseorang tidak berbuat aniaya kepada orang lain, dan seseorang tidak berlaku
sombong kepada orang lain."
Kesimpulan
dan Penutup
Dari uraian
yang dikemukakan diatas maka dapat disimpulkan bahwa riuh rendahnya tentang
berbagai kejadian yang diberitakan di berbagai media massa khususnya berkaitan
dengan perbuatan anarhis dan tindakan kekerasan yang dilakukan sebagian orang
terutama masyarakat yang mengaku dirinya sebagai muslim tiada lain intinya
adalah sebagai akibat kebodohan mereka akan ilmu syari’at sehingga mereka
banyak tidak menyadari bahwa perbuatan yang mereka lakukan adalah sebuah
pelanggaran dalam Islam yang akan diperhitungkan dihari akhir nanti dan pasti
mendapatkan balasan yang setimpal.
Selain itu
karena menurutkan godaan hawa nafsu yang ditunggangi oleh iblis dan syaitan mereka
melakukan tindakan yang sangat bertentangan dengan hati nurani, kebenaran dan
keadilan. Kesemuanya itu dikarenakan tergerusnya akhlak mulia yang
disyari’atkan dalam Islam oleh prilaku emosional.
Tingkah
polah yang dilakukan oleh sebagian orang dengan perbuatan anarhis dan tindakan
kekerasan hanya akan menghantarkan kepada pintu penderitaan masyarakat banyak
dan tentunya akan terkembali pula kepada pelakunya.
No comments:
Post a Comment